+62-361-426450 [email protected]

Seluruh pimpinan perguruan tinggi swasta se-Bali, yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah VIII A, menggelar rapat pleno guna membahas Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 44 Tahun 2024. Pada rapat yang digelar di Universitas Dhyana Pura (Undhira), Badung, Kamis (7/11/2024) itu, Ketua APTISI Bali Dr. Made Sukamerta, M.Pd., mengatakan, pada prinsipnya, Permendikbudristek 44 sangat bagus karena mengatur tentang profesi, karier, dan penghasilan dosen.

“Permendikbud ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia dengan memperbaiki tata kelola profesi dosen,” kata Sukamerta didampingi Sekretaris Dr. Dadang Hermawan dan Bendahara, Prof. Dr. I Made Suarta, SH., M.Hum.

Namun, APTISI Bali memandang ada beberapa kalusul yang “memberatkan” PTS. Misalnya tentang perpindahan dosen ke perguruan tinggi lain yang bisa dilakukan dengan mudah tanpa perlu ijin dari PTS asalnya. Kemudian terkait penggajian dosen. Dala klausul diamanatkan PTS menggaji dosen minimal sesuai UMR masing-masing daerah. Termasuk dihentikannya suplay dosen PNS ke PTS. Hal ini dipandang memberatkan PTS klaster menengah ke bawah.

“Kalau dosen bisa pindah ke perguruan tinggi dengan bebas, kita khawatirkan terjadi saling serobot. Berbanding terbalik dengan tujuan kita berorganisasi untuk menjaga kebersamaan,” tegas Sukamerta yang juga Rektor Universitas Maha Saraswati (Unmas) Denpasar. Kemungkinan, lanjut dia, perguruan tinggi yang besar, akan mengiming-imingi dosen di perguruan tinggi lain untuk bergabung. Demikian pula, dosen yang menjadi sasaran cenderung tertarik karena dijanjikan ‘income’ lebih. Untuk itu, pimpinan APTISI Bali meminta seluruh anggota menyampaikan usulan, kemudian diteruskan ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek).

“Kami tidak menolak Permendikburistek itu. Tapi mengusulkan agar beberapa klausul bisa direvisi. Nanti organisasi akan menyampaikan ke kementerian langsung,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia tak menampik dalam tiga tahun terakhir, sebagain besar PTS di Bali mengalami penurunan jumlah mahasiswa baru. Hal ini diduga akibat menurunnya perekonomian akibat Pandemi Covid-19, peralihan ke pendidikan vokasi serta PTN yang membuka pendaftaran mahasiswa baru berjilid-jilid.

Dr. Ida Ayu Eka Sriadi, Perwakilan Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali, sepakat bahwa dosen PTS hendaknya tidak boleh terlalu gampang berpindah “home base”. Sebab ada hubungan emosional dan etika yang harus dijaga antara institusi dengan dosennya.

“Misalnya ada dosen PTS yang sudah diberikan beasiswa S3, sudah Lektor Kepala, lalu pindah begitu saja meninggalkan kampus yang membesarkannya, kan gak etis juga. Kita [PTS] dituntut meningkatkan kualitas, tapi di satu sisi tidak didukung. Mahasiswa yang kita didik juga anak bangsa. Sama dengan PTN,” kata Ida Ayu Eka.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Lukman, ST., M.Hum, selaku Direktur Sumber Daya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi yang hadir secara daring, mengaku tengah fokus menata kementerian di era Kabinet Merah-Putih, Pemerintahan Prabowo-Gibran. “Kemendikbudristek kini dipecah menjadi tiga kementerian. Pertama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), dan kami ada di Kemendiktisaintek,” kata Lukman.

Ia optimis, dengan nomenklatur baru ini, pihaknya lebih fokus dalam memberikan pelayanan kepada perguruan tinggi, sehingga membawa ke arah yang lebih baik. Lukman menyampaikan, saat ini tercatat sebanyak 327. 805 dosen aktif di tanah air. Yang menjadi sorotan, masih banyaknya dosen berkualifikasi S2, serta jumlah guru besar yang perlu digenjot lagi jumlahnya. Tantangan tersebut, menurut Lukman, mesti dipikirkan oleh seluruh pengelola perguruan tinggi, agar menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Soal adanya keberatan beberapa klausul dalam Permendikburistek 44 itu, pihaknya mempersilahkan APTISI untuk menyampaikan sikap resminya.

Ada pun beberapa hal yang diatur dalam Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024, di antaranya; mengatur beban kerja dosen, yaitu minimal 12 SKS per semester; Menentukan tunjangan dan penghasilan dosen, termasuk gaji pokok, tunjangan profesi, dan tunjangan kehormatan. Memberikan tunjangan khusus kepada dosen dengan kualifikasi magister, doktor, atau pengalaman luar biasa; memberikan tanggung jawab kepada perguruan tinggi untuk mengelola kinerja dan pengembangan karier dosen. Menyederhanakan aturan pengangkatan, pemindahan, dan sertifikasi dosen; Meningkatkan otonomi perguruan tinggi dalam menentukan karier dosen. Serta Mengatur kode etik dosen, yang mencakup integritas akademik dan melarang kekerasan, perundungan, dan intoleransi.

Sekretaris APTISI Bali Dr. Dadang Hermawan berharap, para kepala daerah, baik bupati/wali kota dan gubernur juga memperhatikan keberadaan perguruan tinggi di masing-masing wilayahnya. Sebab, hal ini berkaitan dengan mutu sumber daya manusia dan angka partisipasi masyarakat mengenyam perguruan tinggi. Selama ini, menurut Dadang, perguruan tinggi dianggap urusan pemerintah pusat. Sementara bupati/wali kota menangani pendidikan dasar dan gubernur mengelola SMA/SMK sederajat.

“Padahal peran kepala daerah ini sangat penting bagi perguruan tinggi. Kolaborasi harus ditingkatkan ke depan,” kata Dadang.