Rabu 26/2, Universitas Dhyana Pura (Undhira) berkolaborasi dengan Departemen Persekutuan dan Pembinaan (Deptubin) Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) menyelenggarakan Seminar Perdamaian yang dilaksanakan di Aula Gedung E Undhira. Kegiatan ini merupakan bentuk sinergisitas antara Sinode GKPB dalam hal ini Deptubin dan Universitas Dhyana Pura serta melibatkan lembaga-lembaga lain yang berada di bawah GKPB. Seminar Perdamaian ini mengangkat tema “Menjadi Pembawa Damai Dalam Perspektif Etis dan Komunitas Digital dan Keluarga Serta Dasar Perdamaian dalam Penanganan Konflik.” Kegiatan seminar ini diikuti oleh Pimpinan Departemen dan Lembaga di GKPB, Para Pendeta dan Vikaris di GKPB, Majelis Jemaat, Pengurus Kategorial dan mahasiswa Undhira.
Sekum GKPB, Pdt. I Ketut Eddy Cahyana, M.Th dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan seminar ini merupakan salah satu cara untuk mengimplementasikan tema GKPB yaitu Gereja Pembawa Damai. Lebih lanjut Pdt. I Ketut Eddy Cahyana, M.Th mengapresiasi panitia yang telah menyiapkan kegiatan seminar ini. Selanjutnya, Rektor Universitas Dhyana Pura, Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama dalam sambutannya menyampaikan bahwa Undhira menyelenggarakan pembelajaran karakter bagi mahasiswanya yang secara rutin diadakan setiap hari Rabu. Lebih lanjut Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama berharap dengan adanya sinergisitas melalui kolaborasi yang dilakukan dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seminar ini diharapkan Jemaat GKPB dapat lebih mengenal Undhira sebagai milik GKPB.
Seminar ini dibuka secara resmi oleh Bishop Si Bagus Herman Suryadi, M.Th yang ditandai dengan Pemukulan Gong. Narasumber dalam Seminar Perdamaian ini adalah Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, MAPS., Ph.D. yang merupakan dosen dari Universitas Kristen Duta Wacana. Penyampaian materi dan diskusi dipandu oleh moderator Pdt. Izak Rio H. Bainuan, M.Th.
Dalam pemaparannya Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, MAPS., Ph.D. menyampaikan bahwa dalam kesadaran akan perdamaian ada Pengharapan, Kerentanan, Kerendahan hati, Kesabaran, dan Empati. Pengharapan yang disandarkan pada Tuhan yang tidak pernah berhenti bekerja sampai sekarang. Kerentanan yakni bersedia terbuka dan terluka dalam relasi terbuka dengan orang-orang lain. Kerendahan hati dalam menyadari bahwa diri kita bukan satu-satunya pemegang kebenaran. Kesabaran untuk bersedia tetap berjalan bersama, bahkan meskipun belum melihat adanya jalan keluar. Empati yaitu memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain. Penyampaian materi ditutup dengan diskusi dan refleksi yang diperlukan untuk dapat mewujudnyatakan perdamaian dalam kehidupan.